Selasa, 14 Mei 2013

Melihat KPK Vs PKS Dari Kacamata Orang Awam

Sebagai seorang awam hukum saya melihat penyitaan KPK atas aset-aset milik Luthfi Hasan Ishaaq dengan enteng-enteng saja. Pertama melihat apa yang terjadi pada Senin malam, karena tidak satu pun media yang memberitakan peristiwa tersebut secara visual, maka keterangan dari kedua belah pihak wajib kita dengar.


Menurut keterangan Hidayat Nurwahid, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak menghalangi upaya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menyita mobil di Kantor DPP PKS pada Senin malam (6/5/2013). Katanya penyidik KPK tidak membawa surat perintah penyitaan atau surat penugasan dan yang dibawa penyidik KPK hanya surat undangan untuk Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin dan Presiden PKS Anis Matta sebagai saksi bagi mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.


“Waktu itu, pihak KPK tidak bisa menunjukkan surat penugasan. Sekuriti menyampaikan, silakan datang besok pagi dan bawa surat. Sampai Selasa sore, surat itu tidak dibawa,” kata mantan Presiden PKS ini. “Silakan bawa, tapi bawa surat definitif, sebutkan mobil mana yang akan diambil. Ketika kemudian tidak ada surat dan mobil akan diambil, maka kawan-kawan ingin menjaga mobil itu,” tambahnya lagi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/5/2013).

Sedang menurut Wakil Sekjen DPP PKS, Fahri Hamzah, 10 penyidik yang bertandang ke markas DPP PKS untuk melakukan penyitaan itu dinilai telah menyalahi Standar Operating Procedures (SOP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasalnya, penyidik KPK tidak menunjukkan surat penyitaan dari pengadilan. “SOP dilanggar oleh 10 orang penyidik itu. Dalam SOP, penyitaan berbeda dengan penggeledahan. Kalau penyitaan menurut KUHAP harus izin pengadilan, menurut KPK tidak perlu,” kata Fahri

Sedang menurut versi KPK penyitaan tak terlaksana karena dihalangi petugas keamanan kantor partai tersebut. “Penyidik, demi keamanan bersama, tidak melakukan penyitaan, akhirnya hanya menyegel,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi. Dia menuturkan, malam itu tim penyidik KPK yang mendatangi kantor DPP PKS sekitar pukul 20.00 WIB membawa surat perintah penyitaan. Tim penyidik pun menunjukkan identitas dan surat perintah penyitaan. Namun, menurut Johan, satpam PKS melarang penyidik menyita lima mobil tersebut, bahkan diwarnai perdebatan panjang selama sekitar satu jam.

Tidak hanya itu, penyidik KPK juga membawa saksi Ahmad Zaky ke DPP PKS. Dari saksi inilah, penyidik mendapatkan informasi bahwa VW Caravelle yang dicari-cari KPK terkait kasus dugaan suap dalam penetapan kuota impor sapi berada di kantor DPP PKS. Namun, setibanya di kantor DPP PKS, Zaky malah kabur dengan melompati pagar kantor DPP.

Sampai pukul 24.00 WIB, suasana bertambah tidak kondusif, sejumlah orang yang berjaga di kantor tersebut mulai berteriak-teriak. “Kami berusaha persuasif, tapi penjaga di sana tidak kooperatif, tidak mengizinkan penyidik membawa mobil-mobil itu,” tutur Johan. Akhirnya, demi keamanan bersama, penyidik KPK menghentikan upaya penyitaan tersebut. Penyidik memutuskan hanya menyegel kelima mobil dengan pita yang disusulkan oleh penyidik lain KPK.

Sebagai orang awam yang hanya mengikuti pemberitaan lewat media saya tidak tahu mana yang benar dari keduanya. Tetapi setahu saya Sesuai UU KPK dalam pasal 47, KPK tidak perlu izin ketua pengadilan untuk melakukan penyitaan sebagai mana yang dipersoalkan Fahri hamzah. Pasal 47 ayat 1 “Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya”. Dan dalam ayat 2 menyatakan “ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini”

Oke, taruhlah pada malam itu penyidik KPK yang datang tidak membawa surat apapun, tanda pengenal tidak, bahkan pakaian pun tidak mereka pakai, alias bugil blas. Jadi, layak bila pihak PKS menolak penyitaan tersebut. Bahkan bila pihak PKS mengusir sambil melempari batu pun bisa dimaklumi. Tapi, bagaimana dengan hari kedua?

Sebagaimana yang saya sendiri saksikan lewat beberapa media televisi di situ jelas sekali terlihat penyidik KPK menunjukan kertas-kertas (sebagai pemirsa saya hanya melihatnya sebagai kertas-kertas) kepada satpam PKS. Tapi, penyidik tetap tidak diperkenankan masuk, bahkan pintu pagar kantor DPP PKS dikunci sehingga penyidik KPK tak bisa masuk. Selain itu terlihat puluhan orang berjaga di kantor sambil berteriak-teriak tidak menentu. Dan, sebagai mana kita saksikan petugas KPK akhirnya harus balik kanan dengan tangan hampa.

Pertanyaannya, apakah KPK demikian bodohnya sehingga mengulangi kesalahan yang mereka lakukan pada malam sebelumnya? Apakah KPK benar-benar keledai yang tidak mampu belajar dari kegagalannya. Dan, pada kejadian Selasa siang itu, mengapa tidak satu pun petinggi PKS yang keluar atau datang untuk menemui petugas KPK?

Sebenarnya bukan kali ini saja KPK menyita aset tersangka pencucian uang. Sebelumnya KPK pun telah menyita puluhan aset Djoko Susilo. Memang ada penolakan dari kuasa hukumnya Juniver Girsang karena menilai tindakan KPK tersebut tidak beralasan, sebab hampir semua aset yang yang disita KPK sudah dimiliki Djoko Susilo sebelum berlangsungnya proyek simulator SIM tahun 2011. Tapi, tidak ada penolakan dari pihak Djoko Susilo terkait prosedur penyitaan.

Source

0 komentar :

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls