Minggu, 02 Juni 2013

Menguak 1 Juni yang Keramat

Ada apa dengan tanggal 1 Juni, tanggal awal bulan saatnya gajian? Tentunya ada yang jauh lebih penting dari kepentingan individu. Seharusnya tanggal ini teramat penting sebagai manusia yang lahir dan bernapas di Indonesia. Inilah hari lahir dasar negara, pemersatu Sabang hingga Marauke, Hari Lahir Pancasila.

Memang, 1 Juni sempat jadi perdebatan karena penetapannya terjadi saat rezim Sohearto. Setelah reformasi 1998, muncul banyak gugatan tentang hari lahir Pancasila yang sebenarnya. Setidaknya ada tiga tanggal yang berkaitan dengan hari lahir Pancasila, yaitu tanggal 1 Juni 1945, tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945.



Mengapa dipilih tanggal 1 Juni?  Tanggal 1 Juni 1945 adalah tanggal ketika kata "Pancasila" pertama kali diucapkan oleh Ir. Soekarno (saat itu belum diangkat menjadi Presiden RI) pada saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Lalu mengapa diperdebatkan dengan tanggal 18 Agustus 1945? Rumusan yang kemudian dijumpai dalam rumusan final Pancasila yang dikenal oleh warga negara Indonesia juga muncul dalam Mukadimah atau Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konsititusi negara RI. Namun di dalam Mukadimah ini tidak terdapat kata "Pancasila".

Sementara Tanggal 22 Juni 1945 adalah saat Piagam Jakarta diumumkan. Kita tidak akan membahas lebih jauh tanggal 18 Agustus dan 22 Juni, namun dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa  kata "Pancasila" itu LAHIR pada tanggal 1 Juni 1945.

Apa sih yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945? Inilah kutipan pidatonya:

"Dasar negara, yakni dasar untuk di atasnya didirikan Indonesia Merdeka, haruslah kokoh kuat sehingga tak mudah digoyahkan. Bahwa dasar negara itu hendaknya jiwa, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Dasar negara Indonesia hendaknya mencerminkan kepribadian Indonesia dengan sifat-sifat yang mutlak keindonesiaannya dan sekalian itu dapat pula mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, aliran, dan golongan penduduk. "

"Dasar negara yang saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya menamakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa (Muhammad Yamin) namanya Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi."


Sosialisme dan Indonesia
Bila menelusuri kisah dibalik lahirnya Pancasila, bisa jadi kita akan terkejut betapa paham sosialis begitu kuat. Bagi kalangan konservatif bisa jadi akan mendebat bahwa hanya paham teokratis (pemerintahan Tuhan) paling pantas di bumi Nusantara.
 

Dalam rapat BPUPKI, Bung Karno mengakui pada saat berumur 16 tahun dan bersekolah di H.B.S. di Surabaya, ia dipengaruhi oleh seorang sosialis bernama A. Baars. Pelajaran yang ditanamkan adalah: jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun.

Namun, ada orang lain yang memperingatkan Bung Karno, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, ia mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Sjak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s Principles” itu.

"Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen," ungkap Bung Karno.

Pengaruh posmopolitanisme (internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr. Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 saat ia duduk di bangku sekolah H.B.S. benar-benar mendalam.

Namun, perpaduan inilah yang melahirkan dasar negara paling sakti di dunia: Pancasila. Tentunya, daya pengamatan yang tajam dari seorang Ir. Soekarno terhadap kondisi serta sejarah bangsa ini jadi landasan kuat.

Dan, Pancasila mencakup semua kepribadian luhur seluruh suku di Indonesia. Bukan hanya Liberte, egalite, fraternite (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan/persatuan) tetapi sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" merupakan bukti sisi religiositas nenek moyang.

Nah, mengapa sekarang rumusan negara yang sangat luhur ini seolah lenyap ditelan kebencian terhadap kepercayaan lain? (Sila Pertama) Keadilan yang makin hilang di gedung pengadilan? (Sila Kedua) Konflik antarkampung, antarsuku, antarsekolah? (Sila Ketiga) Saling menjatuhkan antara partai politik? (Sila Ke-empat), dan terakhir: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Masih adakah, ketika golongan kaya semakin makmur sementara orang miskin terus terpuruk?

Semoga kita merenungi kembali Hari Lahir Pancasila, 1 Juni ini. Salam!
 
 

0 komentar :

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls