Kian mahalnya harga bahan bakar minyak dan gas, ditambah kabar akan naiknya harga BBM 1 April mendatang, mendorong Nuur Hasyim alias Inung, warga Desa Dlangu RT 02 RW 02, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, mengembangkan energi alternatif.
Kompor%2BHemat%2BEnergi%2BBerbahan%2BBakar%2BKetela Kompor Berbahan Bakar Ketela Pohon (Bioetanol)
Ide kreatifnya, adalah mengembangkan energi bioetanol. Zat ini menurut Nuur, merupakan ethil alkohol yang sangat efektif jika digunakan sebagai bahan bakar. Kelebihan paling mencolok adalah nilai oktannya yang sangat tinggi. Bioetanol memiliki angka research oktan di kisaran 108,6 dan motor oktan 89,7. Sedangkan nilai oktan pada premium yang dijual bebas berada pada level 88. (Pengertian mengenai oktan dapat dilihat disini).
Nilai oktan yang tinggi pada bioetanol tersebut tentunya akan berpengaruh pada tingkat efisiensi ketika digunakan sebagai bahan bakar. Satu liter bioetanol setidaknya setara dengan sembilan liter minyak tanah.
Inung saat ini sedang mencoba mengenalkan bahan bakar bioetanol serta kompor ketela pohon kepada masyarakat Purworejo. Menurut dia, kompor ketela pohon yang pernah ditemukan oleh keponakannya, Arta Yunita, mahasiswa IPB (Institut Pertanian Bogor) beberapa tahun lalu, akan dikembangkan di Purworejo.
Menurut Nuur, kompor ini sangat ramah lingkungan dan dijamin tidak akan terjadi ledakan karena bahan bakar minyak etanol dari bahan ketela pohon merupakan barang yang tidak berbahaya seperti minyak atau gas.
“Proses pembuatannya pun cukup sederhana. Ketela pohon atau bahan – bahan lain dengan kandungan karbohidrat dan glukosa tinggi dihaluskan lalu direbus. Bahan – bahan itu kemudian di ditambahkan enzim amilase dan diberi ragi. Setelah didiamkan sekitar tiga hingga empat hari untuk proses fermentasi, jadilah bioetanol,” ujarnya.
“Untuk penyempurnaannya, bioetanol tadi dicampur batu kapur. Setelah jadi, tinggal diukur kadar etanolnya menggunakan alkohol meter, lalu dapat digunakan untuk bahan bakar kompor,” tambahnya.
Dari hasil percobaan yang dilakukannya, selain hasil masakan tidak cepat gosong, etanol yang digunakan sangat irit, yakni 10 liter air yang dimasak hanya membutuhkan Rp 80 (delapan puluh rupiah), dari satu liter etanol yang dibeli dengan harga Rp 7400 per liternya.
Untuk pengembangan kompor berbahan ketela pohon di Purworejo, Nuur mengaku akan bekerja sama dengan para perajin kompor di wilayah Kecamatan Bayan yang sudah gulung tikar. Dalam waktu dekat, bersama rekan – rekannya juga akan mempromosikan kepada masyarakat agar beralih menggunakan kompor tersebut.
Dijelaskan Nuur, kompor berbahan bakar bioetanol ini harganya memang cukup mahal. Untuk saat ini kompor yang biasa dihargai Rp 130 ribu, dan yang lebih modern dihargai Rp 270 ribu. Dalam tiga hari ini sudah 30 kompor dipesan oleh para tetangga dan teman yang minat dengan kompor tersebut.
0 komentar :
Posting Komentar