Rabu, 21 November 2012

Tradisi Petang Megang di Sungai Siak Pekanbaru

Setelah beratus tahun terpelihara dan dijalani, tradisi petang megang sempat memudar pada medio 70-an. Tak ada lagi warga yang mau menjalani ritual petang megang ketika kondisi Sungai Siak mulai kotor dan tercemar.


Upacara adat menyambut bulan suci ini pun mulai terlupakan karena warga asli yang tinggal di bantaran sungai mulai pindah ke darat. Seperti yang dituturkan Anas Aismana, warga Pekanbaru yang merasa ada sesuatu yang hilang pada jati dirinya sebagai orang Melayu ketika kaumnya meninggalkan tradisi ini.


Ia gundah, terlebih ketika di daerah lain masih menjalankan tradisi sejenis. Seperti masyarakat Kampar dan Sumatra Barat yang melaksanakan tradisi balimau kasai. Atau padusan yang menjadi tradisi masyarakat di Pulau Jawa.

Baginya, petang megang salah satu warisan masa lalu yang mempertegas identitas Melayu Pekanbaru. Kegundahannya membuncah (memuncak) dan tidak tertahankan. "Harus ada yang mau memulai dan mengordinasi agar hidup kembali," ujarnya.

Ia teringat, menjelang Ramadhan pada 1997, ia bersama orang - orang Melayu di Pekanbaru merancang dan menghidupkan kembali tradisi petang megang. Dana pribadi Rp 1 juta dan urunan warga ia manfaatkan untuk menghidupkan kembali prosesi petang megang di 1997. Prosesi tersebut berhasil ia laksanakan di kawasan Perkampungan Tanjung Rhu, Kelurahan Pesisir, Kecamatan Limapuluh, Pekanbaru.

Hatinya begitu senang. Terlebih, Wali Kota Pekanbaru saat itu bersedia hadir. Orang nomor satu di Pekanbaru tersebut didapuk menjadi Pamuncak Petang Megang dengan menyiramkan ramuan balimau ke tubuh para remaja dan melepaskan itik ke Sungai Siak. Pada tahun berikutnya, ia terus menjadi ketua panitia penyelenggaraan prosesi petang megang. Selama tiga tahun, kegiatan itu dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat.

Baru pada tahun 2001, Pemerintah Kota Pekanbaru terlibat langsung menyelenggarakan kegiatan tersebut. Anas tetap berada dalam kepanitiaan untuk menjaga prosesi itu berlangsung meriah, tetapi hikmat tanpa meninggalkan petuah dan pakemnya.

Sejumlah petinggi lembaga tersebut menganggap tidak pernah ada istilah petang megang. Disarankan, sebaiknya diganti menjadi potang balimau atau potang momogang. Usulan penggantian itu sendiri dipengaruhi unsur kebudayaan Melayu Kampar. Ada sentimen kedaerahan yang kemudian muncul. Pekanbaru yang kini sangat heterogen seakan dipertanyakan identitas kemelayuannya.

Namun Anas tak bergeming. Melayu Pekanbaru akarnya dari Siak. Dan tradisi menyambut bulan sucinya disebut petang megang. Semenjak pemerintah daerah ikut terlibat, tradisi tersebut masuk ke kalender wisata Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, tradisi itu pun berangkai dengan sejumlah kegiatan budaya lain untuk menarik pengunjung.

Rangkaian pertama ritual adat Melayu itu diawali dengan ziarah makam Senapelan. Para pejabat tinggi Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru melakukan tabur bunga di makam para tokoh Riau. Ada makam tokoh pendidikan Riau bernama Guru Ismail. Kemudian makam perintis kemerdekaan M Amin yang semasa hidupnya pernah satu penjara dengan Soekarno di Bedugul.

Biasanya rombongan juga menabur bunga di pusara seniman Riau, Husni Thamrin, yang semasa hidupnya banyak menciptakan lagu bernuansa Melayu. Salah satu yang terkenal yaitu lagu berjudul Tuanku Tambusai dan Hangtuah.

Stidaknya ada 21 pusara tokoh Riau yang mendapat tabur bunga pada ziarah tersebut. Lepas dari pusara tua Senapelan, biasanya dilanjutkan berziarah ke makam Marhum Pekan, tokoh pendiri Kota Pekanbaru. Makamnya berdiri di Kompleks Masjid Raya Pekanbaru.

Selepas salat asar, ada ritual menuju tepian Sungai Siak. Dalam prosesi tersebut juga ada kepuk telur merah yang menjadi barisan paling depan dalam rombongan. Kepuk itu merupakan susunan nasi kunyit bertingkat tiga. Di setiap tingkatnya berhias telur rebus berkulit merah yang ditusuk seperti sate.

Paling tidak ada 1000 butir telur yang menghiasi kepuk setinggi 3 meter tersebut. Kalau di tanah Jawa, kepuk telur merah itu lebih dikenal dengan sebutan gunungan. Suasana menjadi sangat riuh ketika itik dilepaskan ke sungai. Bersamaan dengan itu, ribuan pengunjung menjatuhkan diri terjun ke Sungai Siak yang berwarna cokelat kehitaman. Menjelang maghrib, warga pulang dan membilas tubuh dengan ramuan balimau di kamar mandi rumah mereka masing - masing.

0 komentar :

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls